Bencana menghadang Bumiku
Hari ini jalanan kian sepi
Toko-toko banyak yang tutup,
Pasar tak seramai dulu
Aku fikir karena waktunya perantau untuk mudik
Tapi bukan..
Musim mudik masih lama
kenapa semua berubah?
Aktivitas berubah pesat
Sekolah dan kampus kami di liburkan
Tak ada lagi aktivitas belajar-mengajar,
Sepi lengang menerjang menghadang.
Seluruh rangkaian pembelajaran dilakukan secara online
Kalau tak salah, mereka menyebut metode ini dengan ‘DARING’
Ternyata bumiku sedang di terpa bencana
Seluruh manusia di karantina tak boleh keluar rumah
Jika tak
ada hal penting, katanya di rumah saja
Katanya juga..
Korban kian banyak berjatuhan,
Tenaga kesehatan kian sulit
Mereka juga jadi bagian dari korban itu.
Tuhan..
Siapa gerangan pelakunya?
Aku tak mendengar gemuruh peperangan disana
Aku tak menemukan gempa, tsunami bahkan bencana lainnya
Hingga aku sadar, bencana kali ini
Berasal dari yang tak kasat mata
Mahkluk kecil berukuran nano, serdadu tuhan yang turun ke
bumi
Melawan kami yang bertubuh lebih besar, beribu kali
lipat darinya
Tapi tetap saja, kami kalah
Kami jatuh dan tumbang
Mereka bertransformasi begitu cepat, menyebar seperti udara
Tuhan..
apakah ini kesalahan kami?
Negeri nun jauh disana lebih dulu berjibaku melawan serdadu
tuhan ini
Tapi kami? menertawakan, menghujat mereka
Para korban di negeri
sana
Kami tak sadar bahwa mereka akan bisa sampai ke negeri ini
Negeri kepulauan dengan ribuan ragam budaya dan bahasa disini
Kami seperti dijajah
Dipaksa untuk menetap di rumah, meninggalkan aktivitas
biasanya
Serdadu itu bernama corona
Kemarin corona cuma cerita jauh dari sana
Kami abai atasnya,
Lalu sekarang jadi kenyataan yang dekat,
Sangat dekat.
Dan berubah menjadi penyesalan bagi kami sebagian orang
Hari ini juga, akhirat terasa jauh disana
Cuma cerita yang
kita juga abai atasnya
Nanti setelah jadi kenyataan..
Tawa berubah menjadi tangis
dan (lagi) penyesalan bagi kami yang tidak mempersiapkan
Cepatlah sembuh saudaraku, semoga pulih bumiku.
ttd
Iswahyudi
Komentar
Posting Komentar